Kamis, 09 Agustus 2007

Puspa IPTEK Bandung



Jelajahi Pengetahuan di Puspa IPTEK Bandung

Pernah ndak kalian berada di suatu tempat, sedang kalian mesti melakukan aktifitas tertentu seperti sholat atau janjian dengan teman misalnya, tetapi kalian tidak tahu pukul berapa saat itu. Wah pasti susah dong yah! Sebuah alat sederhana bernama jam atau arloji sebagai penunjuk waktu disadari atau tidak selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Semua aktifitas manusia biasanya selalu disesuaikan dan diatur waktu. Kapan kita bangun tidur, shalat, sarapan sampai berangkat sekolah atau bekerja semua diatur oleh waktu.

Nah, sebelum jam modern seperti yang sekarang kita gunakan diciptakan, orang-orang yang hidup di jaman terdahulu menentukan waktu dengan cara menandai bayangan suatu benda atau lubang jendela pada dinding di mana bayangan itu jatuh, baik itu bayangan matahari maupun bayangan bulan purnama. Sehingga akhirnya ditemukan pola pergerakan matahari yang menunjukan waktu tertentu untuk acuan kegiatan sehar—hari manusia saat itu. Pola pergerakan matahari sebagai acuan waktu itu kita kenal sekarang sebagai jam matahari (sundial). Teknologi jam matahari inilah yang digunakan oleh masyarakat kuno Babylonia, Yunani, Mesir dan Romawi dengan ragam bentuknya masing-masing sesuai dengan perkembangan ilmu astronomi dan matematika saat itu.

Di era jam digital dengan segala kecanggihannya, Sundial atau jam matahari sebagai penemuan penting umat manusia tidak akan dilupakan begitu saja. Salah satunya cara mengingatnya adalah dengan jalan membangun keberadaannya. Di Indonesia, sundial salah satunya dapat kita jumpai di Pusat Peraga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspa IPTEK) Kota Baru Parahiyangan Bandung. Sundial diletakan persis di atas atap Gedung Puspa IPTEK. Sundial ini merupakan integrasi dari berjenis vertikal dan horizontal dengan modifikasi ukuran gronom (jarum) sepanjang 50 meter dan tinggi mencapai 15 meter dari permukaan tanah.

Jam tersebut beroperasi dengan memanfaatkan sinar matahari lewat bayang-bayang tonggak gnonom yang terpasang sedemikian rupa sehingga sejajar dengan sumbu bumi, menunjuk ke arah kutub-kutub langit. Pada saat sundial terkena sinar matahari, baying-bayang gnomon jatuh di atas sebuah bidang bertanda (bidang dial). Waktu semu local dapat diketahui dengan membaca dibagian mana jatuhnya baying-bayang gnomon tersebut pada bidang dial. Di Kota Baru Parahiyangan Bandung kita bisa mengetahui pukul berapa saat itu dengan melihatnya melalui jam matahari terbesar di Indonesia. Jam matahari tersebut juga merupakan jam matahari vertical dan horizontal terintegrasi yang pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Apa Saja di Puspa IPTEK

Puspa IPTEK Kota Baru Parahiyangan Bandung, dibangun sebagai wujud nyata sumbangsih putra-putri Indonesia dalam rangka membangkitkan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Bangunan ini diresmikan tahun 2005 oleh Menristek dan Mendiknas saat itu, dan merupakan pusat peraga keempat di Indonesia setelah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Malang dan Jawa Timur Park. Selain mengantongi sertifikat Museum Rekor Indonesia (Muri) dengan sundial terintegrasi terbesar yang ada di Indonesia di Pupsa Iptek juga bisa kita lihat berbagai alat peraga ilmu pengetahuan. Kita bisa datang dan mempraktikannya langsung sendiri atau dengan panduan instruktur. Kita bisa membuktikan berbagai teori sains yang dipelajari di bangku sekolah dengan alat peraga yang tersedia di sana. Cukup dengan membayar tiket tanda masuk sebesar Rp. 5.000,00 kita bisa sepuas-puasnya mempraktikan alat-alat peraga yang tersedia di sana.

1. Baskom Air Mancur, Dengan menggosok tepian baskom kita bisa membuat air di dalam baskom muncrak ke atas seperti menari-nari.

2. Sepeda gantung. Seperti seorang pemain sirkus kita bisa menaiki sebuah sepeda yang berjalan di atas seutas tali dengan tidak jatuh. Mau tahun rahasianya? Ada bandul besi dengan berat tertentu yang dipasang dibawah sepeda yang membuat terjadinya keseimbangan sepeda dan pengendaranya, sehingga sepeda dapat dikayuh di atas tali tanpa khawatir jatuh.

3. IBM Tryscience, dengan alat ini kita dapat mengakses langsung berbagai eksperimen, pameran aktivitas sains interaktif yang membuat proses belajar menjadi sangat menarik.

4. Bangosong, Alat ini mampu menghasilkan berbagai variasi bunyi yang membentuk sebuah nada merdu dengan cara memukul salat satu sisi lubang.

5. Alat untuk mengukur arus listrik pada tubuh manusia. Dengan menempelkan telapak tangan kiri dan kanan pada bidang tertentu maka jarum ukur akan bergerak. Ini menunjukan bahwa pada tubuh manusia terdapat arus listrik.

6. Kursi Paku. Bukan sulap bukan sihir, kita bisa duduk di atas paku-paku tajam tanpa mengalami luka. Ajaib bukan? Nah ternyata cara kerjanya sederhana, paku-paku tajam tersebut dipasang sedemikian rupa dengan jarak masing-masing dua sentimeter. Dengan jarak yang sama paku yang tajam tersebut bisa membagi beban tanpa melukai seseorang yang duduk di atasnya.

7. Alat uji Konsenterasi. Jika ingin menguji tingkat konsentrasi kita, gunakanlah alat ini. Sebatang stik harus kita gerakan melewati sebuah sepiral yang dilengkungkan sedemikian rupa tanpa boleh menyentuhnya. Jika berhasil artinya kemampuan melakukan konsentrasi kita bagus. Dan beragam alat peraga sains lainnya bisa kita coba, sambil belajar. Semua bisa dilakukan secara mandiri karena terdapat panduan pada setiap alat peraga yang tersedia.

Gedung Puspa IPTEK ini dibangun di lahan seluas 7850 meter persegi, dengan luas bangunan 2000 meter persegi , bidang refleksi horizontal 278 meter persegi dan vertikal 60 meter. Di bawah jarum jam ini terdapat pula ruangan yang di dalamnya terdapat replika bumi dengan diameter dua meter dan berat mencapai 12 ton yang dihiasi 12 ragam hias dari berbagai pelosok Indonesia. Untuk pembangunan gedung tersebut, pihak pengembang dan pemerintah telah menghabiskan dana sekitar Rp 3,5 miliar. tempat ini telah dibuka untuk umum pada hari Sabtu & Minggu, pkl. 10.00 - 16.00, sedangkan hari Senin-Jum'at untuk lembaga pendidikan.(Taryadi)

Tidak ada komentar: